Senin, 28 Maret 2011

Gambaran pengetahuan Kontrasepsi KB suntik


BAB I
PENDAHULUAN





1.1  Latar Belakang Masalah
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan "Keluarga Berkualitas Tahun 2015". Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2003).
Program pelayanan keluarga berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan. Kesadaran mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 (BKKBN, 2008). Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warming, keterpurukan ekonomi, masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Jumlah penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai, justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (BKKBN, 2008).
1
 
Fakta yang perlu diperhatikan adalah pola kecenderungan pemakaian kontrasepsi di Indonesia. Pemakaian metode kontrasepsi suntik memperlihatkan kecenderungan peningkatan pada beberapa kurun waktu terakhir ini. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik sebesar 31,6%, pil sebesar 13,2%, IUD sebesar 4,8%, implant 2,8%, kondom sebesar 1,3%, kontap wanita (Medis Operasi Wanita-MOW) sebesar 3,1% dan kontap pria (Medis Operasi Pria-MOP) sebesar 0,2%, pantang berkala 1,5%, senggama terputus 2,2% dan metode lainnya 0,4%.
Selanjutnya, dari data BKKBN Tahun 2008, pemakaian kontrasepsi suntik terjadi kenaikan dari tahun 1991 sampai 2007. Pada tahun 1991 terdapat 11,7%, 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8% dan 2007 mencapai 31,6% .
Sedangkan menurut data BKKBN Jawa Timur pada tahun 2009 menyatakan bahwa dari 2.275 wanita yang menjadi akseptor KB, 55% wanita tersebut menggunakan KB suntik dalam programnya. Hal tersebut disebabkan kontrasepsi suntik sangat murah serta mudah untuk digunakan oleh akseptor (www.mediacastore.com, 31/01/2011)
Saifuddin (2003) menyatakan bahwa pada umumnya akseptor lebih memilih metode kontrasepsi suntik karena alasan praktis yaitu sederhana dan tidak perlu takut lupa. Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas yang tinggi bila penyuntikannya dilakukan secara teratur dan sesuai jadual yang telah ditentukan. Ketepatan waktu untuk suntik kembali merupakan kepatuhan akseptor karena bila tidak tepat dapat mengurangi efektifitas kontrasepsi tersebut. Kegagalan dari metode kontrasepsi suntik disebabkan karena keterlambatan akseptor untuk melakukan penyuntikan ulang.
Selain itu, menurut Mansyur (2006) menyatakan bahwa salah satu penyebab dari keterlambatan serta kegagalan untuk melakukan kontrasepsi suntik adalah kurangnya pengetahuan  akseptor kontrasepsi suntik terhadap kontrasepsi tersebut. Sehingga hal tersebut berdampak pada tingginya angka akseptor kontrasepsi suntik yang berhenti (drop out).
Berdasarkan data dari UPT Puskesmas Gapura tentang akseptor kontrasepsi KB suntik dari tahun 2008 – 2010 didapatkan sebagai berikut :
Tabel 1.1 : Data akseptor kontrasepsi KB Suntik tahun 2008-2010 di UPT Puskesmas Gapura Kabupaten Sumenep
Tahun
Akseptor KB Suntik
Akseptor KB Suntik yang Drop Out
%
%
2008
1880
36,5
536
30,39
2009
1626
31,57
567
32,72
2010
1644
31,92
630
36,35
Jumlah
5150
100
1733
100
Sumber : Data akseptor KB UPT Puskesmas Gapura Tahun 2008-2010
Dari tabel 1.1 diatas didapatkan bahwa terjadi peningkatan akseptor KB suntik yang mengalami pemberhentian kontrasepsi (droup out) dari tahun 2008-2010. dimana peningkatan tersebut terjadi ± 3,5% tiap tahunnya. Peningkatan tersebut sangat berdampak pada ketidak berhasilan program dari pemerintah. Dimana program tersebut bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015.
Peningkatan akseptor kontrasepsi KB suntik yang mengalami pemberhentian (drop out) tersebut diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik terhadap kontrasepsi yang digunakannya tersebut. Hal ini sesuai dengan survey awal yang dilakukan peneliti kepada 20 ibu akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari 2011 di UPT Puskesmas Gapura. Dimana dari survey awal tersebut didapatkan bahwa 15 (75%) akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi KB suntik dan 5 (25%) akseptor berpengetahuan baik tentang kontrasepsi KB suntik.
Oleh karena itu, pengetahuan sangatlah penting untuk dimiliki akseptor KB, khususnya bagi akseptor KB suntik dengan tujuan agar ibu peserta KB suntik tidak mengalami pemberhentian (drop out) dan pada akhirnya kejadian drop out dapat dicegah.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan pada penelitian ini yaitu rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik tentang keuntungan pemakaian KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Kabupaten Gapura tahun 2011 sebesar 75%.











1.2  Identifikasi Penyebab Masalah 
Faktor internal :
1.  Pendidikan
2.  Usia
3.  Sikap
4.  Persepsi
 
Berdasarkan uraian diatas, rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
Faktor eksternal :
1.  Informasi
2.  Sosial budaya
3.  Penyuluhan kesehatan

 

Rendahnya pengetahuan akseptor kontrasepsi KB suntik tentang keuntungan pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura tahun 2011














             Gambar 1.1 : Identifikasi penyebab masalah rendah pengetahuan akseptor kontrasepsi KB suntik tentang pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.

Rendahnya pengetahuan akseptor kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011 disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1.2.1     Faktor Internal
1)   Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Oleh karena itu, berdasarkan data dari register akseptor KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Sumenep didapatkan bahwa dari 35 penduduk Gapura yang menjadi akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari tahun 2011, sebagian besar (70%) akseptor berpendidikan SD. Hal inilah yang menyebabkan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura berpengetahuan rendah tentang kontrasespsi KB suntik.
2)   Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Pariyani, 2003)
Akan tetapi pada orang yang sudah tua akan mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
Hal itulah yang menyebabkan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura berpengetahuan rendah. Rendahnya pengetahuan tersebut dikarenakan oleh sebagian besar (68%) akseptor KB berusia 30-40 tahun dari 35 penduduk Gapura yang menjadi akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari tahun 2011.
3)   Sikap
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. Dengan kata lain semakin positif sikap seseorang terhadap hal yang baru, semakin giat seseorang untuk ingin tahu terhadap hal tersebut. Sehingga dengan tingginya rasa keingin tahuan tersebut menyebabkan seseorang akan memiliki pengetahuan yang baik akan hal baru tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Sikap negatif yang dimiliki oleh akseptor KB suntik menjadikan akseptor KB suntik menjadi malas untuk mencari banyak informasi tentang KB suntik. Dengan malasnya tersebut, akseptor KB suntik mendapatkan sedikit informasi tentang keuntungan KB suntik. Sehinnga dengan informasi yang sedikit tersebut menyebabkan akseptor KB suntik berpengetahuan rendah tentang KB suntik.
4)   Persepsi
Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya (Walgito, 2002).
Persepsi yang positif terhadap pemakaian KB suntik menjadikan seseorang berusa mencari banyak informasi terhadap pemakaian KB suntik. Dari informasi yang banyak tersebut menjadikan seseorang memperoleh pengetahuan yang baik. Dengan kata lain semakin baik persepsi akseptor KB suntik semakin baik pula pengetahuan yang dimilikinya tentang KB suntik. Oleh karena itu, rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura dapat disebabkan oleh kurang baiknya persepsi akseptor KB suntik terhadap pemakaian KB suntik.
1.2.2     Faktor Ekternal
1)   Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat  mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.  Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal  memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
Informasi yang baik dan banyak menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang baik terhadap hal tersebut. Sehingga rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura tersebut dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh oleh akseptor KB suntik tentang pemakaian KB suntik.
2)   Sosial budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui   penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Dengan kata lain sosial budaya yang positif dan mendukung terhadap pemakaian KB suntik akan menjadikan pemakai (akseptor) KB suntik  berusaha untuk menjari informasi sebanyak mungkin dengan tujuan agar akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik tentang KB suntik.
Oleh karena itu, rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura disebabkan oleh sosial budaya atau kepercayaan yang berlaku di lingkungan masyarakat Gapura. Dimana mereka memiliki kepercayaan bahwa banyak anak banyak rejeki.
3)   Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses pendidikan mengenai kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dimana mereka memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang professional berdasarkan profesi yang dimilikinya (Alimul Aziz, 2005).
Tenaga kesehatan dalam hal ini memiliki tugas untuk memberikan informasi yang berupa pendidikan kesehatan kepada akseptor KB suntik. Informasi dan pendidikan tersebut akan menjadikan akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian KB suntik. Oleh karena itu informasi dan pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan haruslah lebih optimal untuk disampaikan agar para akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik dan pemberhentian penggunaan KB suntik dapat dicegah.

1.3  Batasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini pada “Rendahnya Tingkat Pengetahuan Akseptor Kontrasepsi KB Suntik Tentang Keuntungan Pemakaian kontrasepsi KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011”.

1.4  Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan (Tahu) Akseptor Kontrasepsi KB Suntik Tentang Keuntungan Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011 ?”

1.5  Tujuan Penelitian
1.5.1     Tujuan umum
Pada penelitan ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan (tahu) akseptor kontrasepsi KB suntik tentang keuntungan pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.
1.5.2     Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan (tahu) akseptor kontrasepsi KB suntik tentang keuntungan pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.



1.6  Manfaat Penelitian
1.6.1     Bagi Profesi
Agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam mencari masalah kesehatan akseptor KB suntik selama dalam pemakaian KB suntik. Sehingga asuhan yang diberikan optimal.
1.6.2     Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan pustaka bagi institusi pendidikan.
1.6.3     Bagi UPT Puskesmas Gapura
Sebagai informasi tambahan mengenai peningkatan peserta KB suntik yang mengalami drop out. Sehingga UPT Puskesmas Gapura dapat mengatasi dan mencegah terjadi peningkatan pemakaian KB suntik yang drop out.
1.6.4     Bagi Masyarakat
Agar dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan serta dapat dijadikan motivasi bagi masyarakat untuk lebih efektif dalam menggunakan dan menjadi akseptor KB suntik.




BAB I
PENDAHULUAN





1.1  Latar Belakang Masalah
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan "Keluarga Berkualitas Tahun 2015". Keluarga yang berkualitas adalah yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2003).
Program pelayanan keluarga berencana (KB) mempunyai arti penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sejahtera, disamping program pendidikan dan kesehatan. Kesadaran mengenai pentingnya kontrasepsi di Indonesia masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 (BKKBN, 2008). Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu permasalahan global yang muncul di seluruh dunia, di samping isu tentang global warming, keterpurukan ekonomi, masalah pangan serta menurunnya tingkat kesehatan penduduk. Jumlah penduduk yang besar tanpa disertai dengan kualitas yang memadai, justru menjadi beban pembangunan dan menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional (BKKBN, 2008).
1
 
Fakta yang perlu diperhatikan adalah pola kecenderungan pemakaian kontrasepsi di Indonesia. Pemakaian metode kontrasepsi suntik memperlihatkan kecenderungan peningkatan pada beberapa kurun waktu terakhir ini. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik sebesar 31,6%, pil sebesar 13,2%, IUD sebesar 4,8%, implant 2,8%, kondom sebesar 1,3%, kontap wanita (Medis Operasi Wanita-MOW) sebesar 3,1% dan kontap pria (Medis Operasi Pria-MOP) sebesar 0,2%, pantang berkala 1,5%, senggama terputus 2,2% dan metode lainnya 0,4%.
Selanjutnya, dari data BKKBN Tahun 2008, pemakaian kontrasepsi suntik terjadi kenaikan dari tahun 1991 sampai 2007. Pada tahun 1991 terdapat 11,7%, 1994 menjadi 15,2%, 1997 menjadi 21,1%, 2003 menjadi 27,8% dan 2007 mencapai 31,6% .
Sedangkan menurut data BKKBN Jawa Timur pada tahun 2009 menyatakan bahwa dari 2.275 wanita yang menjadi akseptor KB, 55% wanita tersebut menggunakan KB suntik dalam programnya. Hal tersebut disebabkan kontrasepsi suntik sangat murah serta mudah untuk digunakan oleh akseptor (www.mediacastore.com, 31/01/2011)
Saifuddin (2003) menyatakan bahwa pada umumnya akseptor lebih memilih metode kontrasepsi suntik karena alasan praktis yaitu sederhana dan tidak perlu takut lupa. Kontrasepsi suntik memiliki efektifitas yang tinggi bila penyuntikannya dilakukan secara teratur dan sesuai jadual yang telah ditentukan. Ketepatan waktu untuk suntik kembali merupakan kepatuhan akseptor karena bila tidak tepat dapat mengurangi efektifitas kontrasepsi tersebut. Kegagalan dari metode kontrasepsi suntik disebabkan karena keterlambatan akseptor untuk melakukan penyuntikan ulang.
Selain itu, menurut Mansyur (2006) menyatakan bahwa salah satu penyebab dari keterlambatan serta kegagalan untuk melakukan kontrasepsi suntik adalah kurangnya pengetahuan  akseptor kontrasepsi suntik terhadap kontrasepsi tersebut. Sehingga hal tersebut berdampak pada tingginya angka akseptor kontrasepsi suntik yang berhenti (drop out).
Berdasarkan data dari UPT Puskesmas Gapura tentang akseptor kontrasepsi KB suntik dari tahun 2008 – 2010 didapatkan sebagai berikut :
Tabel 1.1 : Data akseptor kontrasepsi KB Suntik tahun 2008-2010 di UPT Puskesmas Gapura Kabupaten Sumenep
Tahun
Akseptor KB Suntik
Akseptor KB Suntik yang Drop Out
%
%
2008
1880
36,5
536
30,39
2009
1626
31,57
567
32,72
2010
1644
31,92
630
36,35
Jumlah
5150
100
1733
100
Sumber : Data akseptor KB UPT Puskesmas Gapura Tahun 2008-2010
Dari tabel 1.1 diatas didapatkan bahwa terjadi peningkatan akseptor KB suntik yang mengalami pemberhentian kontrasepsi (droup out) dari tahun 2008-2010. dimana peningkatan tersebut terjadi ± 3,5% tiap tahunnya. Peningkatan tersebut sangat berdampak pada ketidak berhasilan program dari pemerintah. Dimana program tersebut bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015.
Peningkatan akseptor kontrasepsi KB suntik yang mengalami pemberhentian (drop out) tersebut diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik terhadap kontrasepsi yang digunakannya tersebut. Hal ini sesuai dengan survey awal yang dilakukan peneliti kepada 20 ibu akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari 2011 di UPT Puskesmas Gapura. Dimana dari survey awal tersebut didapatkan bahwa 15 (75%) akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang rendah tentang kontrasepsi KB suntik dan 5 (25%) akseptor berpengetahuan baik tentang kontrasepsi KB suntik.
Oleh karena itu, pengetahuan sangatlah penting untuk dimiliki akseptor KB, khususnya bagi akseptor KB suntik dengan tujuan agar ibu peserta KB suntik tidak mengalami pemberhentian (drop out) dan pada akhirnya kejadian drop out dapat dicegah.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan pada penelitian ini yaitu rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik tentang keuntungan pemakaian KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Kabupaten Gapura tahun 2011 sebesar 75%.











1.2  Identifikasi Penyebab Masalah 
Faktor internal :
1.  Pendidikan
2.  Usia
3.  Sikap
4.  Persepsi
 
Berdasarkan uraian diatas, rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
Faktor eksternal :
1.  Informasi
2.  Sosial budaya
3.  Penyuluhan kesehatan

 

Gambar 1.1 : Identifikasi penyebab masalah rendah pengetahuan akseptor kontrasepsi KB suntik tentang pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.

Rendahnya pengetahuan akseptor kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011 disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1.2.1     Faktor Internal
1)   Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Oleh karena itu, berdasarkan data dari register akseptor KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Sumenep didapatkan bahwa dari 35 penduduk Gapura yang menjadi akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari tahun 2011, sebagian besar (70%) akseptor berpendidikan SD. Hal inilah yang menyebabkan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura berpengetahuan rendah tentang kontrasespsi KB suntik.
2)   Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Pariyani, 2003)
Akan tetapi pada orang yang sudah tua akan mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
Hal itulah yang menyebabkan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura berpengetahuan rendah. Rendahnya pengetahuan tersebut dikarenakan oleh sebagian besar (68%) akseptor KB berusia 30-40 tahun dari 35 penduduk Gapura yang menjadi akseptor KB suntik pada bulan Januari-Februari tahun 2011.
3)   Sikap
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. Dengan kata lain semakin positif sikap seseorang terhadap hal yang baru, semakin giat seseorang untuk ingin tahu terhadap hal tersebut. Sehingga dengan tingginya rasa keingin tahuan tersebut menyebabkan seseorang akan memiliki pengetahuan yang baik akan hal baru tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Sikap negatif yang dimiliki oleh akseptor KB suntik menjadikan akseptor KB suntik menjadi malas untuk mencari banyak informasi tentang KB suntik. Dengan malasnya tersebut, akseptor KB suntik mendapatkan sedikit informasi tentang keuntungan KB suntik. Sehinnga dengan informasi yang sedikit tersebut menyebabkan akseptor KB suntik berpengetahuan rendah tentang KB suntik.
4)   Persepsi
Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya (Walgito, 2002).
Persepsi yang positif terhadap pemakaian KB suntik menjadikan seseorang berusa mencari banyak informasi terhadap pemakaian KB suntik. Dari informasi yang banyak tersebut menjadikan seseorang memperoleh pengetahuan yang baik. Dengan kata lain semakin baik persepsi akseptor KB suntik semakin baik pula pengetahuan yang dimilikinya tentang KB suntik. Oleh karena itu, rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura dapat disebabkan oleh kurang baiknya persepsi akseptor KB suntik terhadap pemakaian KB suntik.
1.2.2     Faktor Ekternal
1)   Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat  mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.  Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal  memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
Informasi yang baik dan banyak menjadikan seseorang memiliki pengetahuan yang baik terhadap hal tersebut. Sehingga rendahnya pengetahuan akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura tersebut dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh oleh akseptor KB suntik tentang pemakaian KB suntik.
2)   Sosial budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang tanpa melalui   penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Dengan kata lain sosial budaya yang positif dan mendukung terhadap pemakaian KB suntik akan menjadikan pemakai (akseptor) KB suntik  berusaha untuk menjari informasi sebanyak mungkin dengan tujuan agar akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik tentang KB suntik.
Oleh karena itu, rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh akseptor KB suntik di UPT Puskesmas Gapura disebabkan oleh sosial budaya atau kepercayaan yang berlaku di lingkungan masyarakat Gapura. Dimana mereka memiliki kepercayaan bahwa banyak anak banyak rejeki.
3)   Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses pendidikan mengenai kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dimana mereka memiliki tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang professional berdasarkan profesi yang dimilikinya (Alimul Aziz, 2005).
Tenaga kesehatan dalam hal ini memiliki tugas untuk memberikan informasi yang berupa pendidikan kesehatan kepada akseptor KB suntik. Informasi dan pendidikan tersebut akan menjadikan akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik tentang pemakaian KB suntik. Oleh karena itu informasi dan pendidikan kesehatan dari tenaga kesehatan haruslah lebih optimal untuk disampaikan agar para akseptor KB suntik memiliki pengetahuan yang baik dan pemberhentian penggunaan KB suntik dapat dicegah.

1.3  Batasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini pada “Rendahnya Tingkat Pengetahuan Akseptor Kontrasepsi KB Suntik Tentang Keuntungan Pemakaian kontrasepsi KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011”.

1.4  Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan (Tahu) Akseptor Kontrasepsi KB Suntik Tentang Keuntungan Pemakaian Kontrasepsi KB Suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011 ?”

1.5  Tujuan Penelitian
1.5.1     Tujuan umum
Pada penelitan ini, peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan (tahu) akseptor kontrasepsi KB suntik tentang keuntungan pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.
1.5.2     Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini yaitu mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan (tahu) akseptor kontrasepsi KB suntik tentang keuntungan pemakaian kontrasepsi KB suntik di UPT Puskesmas Gapura Tahun 2011.



1.6  Manfaat Penelitian
1.6.1     Bagi Profesi
Agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam mencari masalah kesehatan akseptor KB suntik selama dalam pemakaian KB suntik. Sehingga asuhan yang diberikan optimal.
1.6.2     Bagi Institusi Pendidikan
Agar dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan pustaka bagi institusi pendidikan.
1.6.3     Bagi UPT Puskesmas Gapura
Sebagai informasi tambahan mengenai peningkatan peserta KB suntik yang mengalami drop out. Sehingga UPT Puskesmas Gapura dapat mengatasi dan mencegah terjadi peningkatan pemakaian KB suntik yang drop out.
1.6.4     Bagi Masyarakat
Agar dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan serta dapat dijadikan motivasi bagi masyarakat untuk lebih efektif dalam menggunakan dan menjadi akseptor KB suntik.